Deteksi Dini dan Fase Kritis: Memahami Gejala DBD untuk Penanganan yang Tepat

Demam Berdarah Dengue (DBD) tetap menjadi ancaman kesehatan serius di wilayah tropis dan subtropis, dengan kasus yang cenderung melonjak signifikan, terutama pada musim penghujan. Kunci untuk meningkatkan peluang kesembuhan pasien DBD terletak pada deteksi dini dan tindakan medis yang tepat, yang hanya dapat dilakukan jika masyarakat dan tenaga kesehatan berhasil Memahami Gejala khas penyakit ini, termasuk mengenali fase-fase kritisnya. Penyakit yang ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti ini dikenal memiliki perjalanan klinis yang dinamis, bergerak cepat dari fase demam ke fase kritis yang berpotensi fatal. Menurut data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, pada laporan triwulan I tahun 2025, angka kematian (CFR) DBD masih menjadi perhatian utama, menegaskan urgensi pemahaman yang mendalam tentang penyakit ini.

Secara klinis, penyakit DBD dibagi menjadi tiga fase utama: Fase Demam, Fase Kritis, dan Fase Pemulihan. Memahami Gejala pada Fase Demam sangat penting. Fase ini biasanya berlangsung selama 2 hingga 7 hari, ditandai dengan demam tinggi mendadak (dapat mencapai 40∘C), sakit kepala parah, nyeri di belakang mata (retro-orbital), nyeri sendi dan otot (sering disebut break-bone fever), serta munculnya ruam kulit kemerahan. Selama fase ini, diagnosis DBD sulit dilakukan hanya berdasarkan gejala klinis, sehingga pasien sering kali disalahartikan sebagai penderita demam virus biasa. Dokter spesialis penyakit dalam, Dr. Tulus Raharjo, dalam seminar edukasi publik pada 10 September 2025, menekankan pentingnya pemeriksaan darah rutin, minimal setiap 24 jam, untuk memantau kadar trombosit dan hematokrit.

Fase yang paling berbahaya adalah Fase Kritis, yang umumnya terjadi setelah demam turun, yaitu pada hari ke-3 hingga ke-7 sakit. Banyak orang tua atau pasien yang keliru mengira penurunan demam adalah tanda kesembuhan, padahal ini adalah saat risiko komplikasi meningkat drastis. Pada fase inilah kebocoran plasma dapat terjadi, menyebabkan syok atau kegagalan sirkulasi. Tanda-tanda peringatan yang harus segera dikenali dan ditindaklanjuti—yang merupakan kunci Memahami Gejala kritis—meliputi nyeri perut hebat, muntah terus-menerus, perdarahan mukosa (seperti mimisan atau gusi berdarah), dan penurunan kesadaran atau kondisi lemas. Petugas medis di instalasi gawat darurat (IGD) rumah sakit wajib Mengintegrasikan Kecerdasan Buatan atau alat scoring risiko untuk pasien DBD yang masuk pada fase ini guna memastikan penanganan cairan infus yang agresif dan tepat waktu.

Jika pasien melewati fase kritis tanpa komplikasi berat, mereka memasuki Fase Pemulihan. Pada fase ini, kebocoran plasma berhenti dan cairan kembali diserap oleh tubuh. Tanda klinis yang terlihat adalah stabilnya tekanan darah dan perbaikan kondisi umum pasien. Namun, Memahami Gejala DBD secara menyeluruh mengharuskan kita tahu bahwa risiko kelebihan cairan (hipervolemia) tetap ada pada fase ini. Oleh karena itu, Peran Orang Tua dan perawat sangat penting dalam memastikan asupan cairan dikelola dengan hati-hati. Deteksi dini yang didukung oleh pemantauan ketat kadar trombosit, terutama menjelang hari ke-3 hingga ke-7, adalah satu-satunya cara efektif untuk mencegah kematian akibat DBD.