Di tengah kemudahan teknologi dan gaya hidup serba instan, istilah “mageran” (malas gerak) telah menjadi kosakata yang akrab di kalangan generasi muda. Sayangnya, fenomena Pola Hidup Mageran ini bukan sekadar masalah kemalasan biasa, melainkan ancaman serius yang membuka gerbang lebar menuju Penyakit Jantung Koroner (PJK) di usia yang relatif muda. PJK, yang sebelumnya didominasi oleh lansia, kini semakin sering didiagnosis pada individu berusia 30-an dan 40-an. Minimnya aktivitas fisik ditambah dengan asupan makanan cepat saji yang tinggi lemak dan gula menciptakan badai sempurna untuk aterosklerosis, yaitu penumpukan plak di pembuluh darah jantung. Komite Penyakit Kardiovaskular Nasional, dalam laporannya pada akhir tahun 2024, menyoroti peningkatan kasus PJK sebanyak 20% pada kelompok usia 25-45 tahun dalam dekade terakhir, sebuah korelasi langsung dengan meluasnya Pola Hidup Mageran.
Pola Hidup Mageran secara langsung berkontribusi pada beberapa faktor risiko utama PJK. Pertama, kurangnya aktivitas fisik menyebabkan obesitas dan peningkatan kadar kolesterol jahat (LDL). Kedua, tubuh menjadi kurang sensitif terhadap insulin, yang merupakan awal dari diabetes tipe 2. Kedua kondisi ini—obesitas dan diabetes—adalah kontributor utama kerusakan pembuluh darah. Di sisi lain, screen time yang berlebihan juga memicu kebiasaan snacking tidak sehat. Sebagai contoh spesifik, Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di wilayah perkotaan sering menemukan bahwa remaja yang menghabiskan lebih dari 8 jam sehari di depan gawai memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) di atas normal. Dokter Spesialis Jantung, dr. Ayu Wulandari, Sp.JP., dalam seminar kesehatan yang diadakan pada Sabtu, 14 September 2025, menegaskan bahwa setiap jam tambahan duduk berisiko meningkatkan masalah metabolisme.
Untuk melawan ancaman Pola Hidup Mageran ini, intervensi dini sangat diperlukan, dimulai dari lingkungan sekolah dan rumah. Sekolah Menengah Atas (SMA) harus kembali menggalakkan aktivitas fisik dan olahraga teratur. Pihak sekolah, misalnya, dapat mewajibkan semua siswa mengikuti sesi peregangan atau gerakan ringan selama 10 menit di tengah jam pelajaran, seperti yang diterapkan di SMAN 5 Jakarta sejak awal semester ganjil 2025. Selain itu, membatasi waktu screen time yang tidak produktif dan menggantinya dengan aktivitas yang memicu gerak, seperti berjalan kaki, bersepeda, atau bahkan berkebun, sangat disarankan.
Mengubah kebiasaan malas gerak membutuhkan komitmen dan konsistensi. Mulailah dengan langkah kecil, seperti berdiri atau berjalan kaki selama 5 menit setiap jam, dan usahakan berolahraga dengan intensitas sedang minimal 150 menit per minggu. Dengan kesadaran dan tindakan nyata untuk meninggalkan Pola Hidup Mageran, generasi muda dapat secara efektif melindungi jantung mereka, memutus rantai risiko PJK, dan memastikan masa depan yang lebih sehat dan produktif.
