Waspada Wabah Musiman: Tifus dan Kebersihan Lingkungan, Kunci Utama Menjaga Keluarga

Penyakit Tifus atau Demam Tifoid, yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi, menjadi ancaman kesehatan yang terus berulang, terutama saat kita memasuki periode musim penghujan. Peningkatan kasus yang signifikan sering terjadi pada masa ini, menjadikan Tifus sebagai penyakit infeksi yang perlu mendapat perhatian serius. Untuk itu, penting bagi setiap keluarga untuk waspada wabah musiman ini. Penyakit ini tidak hanya memicu demam berkepanjangan dan rasa lemas, tetapi juga berpotensi menyebabkan komplikasi serius pada saluran pencernaan jika penanganan medis terlambat. Tifus sangat erat kaitannya dengan masalah sanitasi dan kebersihan lingkungan, yang menjadi kunci utama penularan bakteri melalui jalur makanan dan minuman yang terkontaminasi.

Keterkaitan Tifus dengan musim penghujan dan sanitasi lingkungan sangat jelas terlihat. Ketika hujan deras mengguyur, sistem drainase yang buruk sering kali menyebabkan genangan air dan bahkan banjir. Kondisi ini memperburuk sanitasi, karena air kotor yang bercampur limbah—yang mungkin mengandung bakteri Salmonella typhi dari tinja penderita—dapat mencemari sumber air bersih, baik sumur maupun air yang digunakan untuk mencuci bahan makanan. Diperkirakan, masa inkubasi Tifus berkisar antara 7 hingga 14 hari setelah paparan. Laporan dari Pusat Krisis Kesehatan menunjukkan bahwa pada periode November hingga Januari 2024, di wilayah yang terdampak banjir, tercatat peningkatan kasus Tifus sebanyak 40% dibandingkan bulan sebelumnya, yang menggarisbawahi pentingnya waspada wabah musiman ini.

Gejala Tifus dimulai secara perlahan, seringkali disalahartikan sebagai flu biasa. Tanda khasnya adalah demam yang meningkat secara bertahap setiap hari, mencapai suhu tinggi (sekitar 39–40°C) pada malam hari. Gejala penyerta lainnya termasuk sakit kepala, nyeri otot dan sendi, hilangnya nafsu makan, hingga gangguan pencernaan, baik berupa sembelit maupun diare. Pada kasus yang parah, pasien dapat mengalami delirium atau penurunan kesadaran. Misalnya, seorang pasien di sebuah klinik di Jakarta Selatan pada Selasa, 21 Oktober 2025, didiagnosis Tifus setelah mengalami demam yang tidak kunjung turun selama tujuh hari disertai linglung. Kondisi ini membuktikan bahwa Tifus bukan hanya penyakit ringan, melainkan infeksi yang membutuhkan diagnosis dan pengobatan antibiotik yang tepat dari tenaga medis.

Strategi pencegahan Tifus harus berfokus pada pemutusan rantai penularan fekal-oral, dimulai dari individu hingga lingkungan. Waspada wabah musiman adalah dengan cara memperkuat kebersihan. Langkah pencegahan yang paling mendasar adalah Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), terutama mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir secara rutin, khususnya setelah dari toilet dan sebelum menyiapkan atau mengonsumsi makanan. Selain itu, pastikan semua air minum telah direbus hingga mendidih (suhu 100°C) atau menggunakan air minum kemasan yang terjamin kebersihannya. Hindari konsumsi makanan yang tidak dimasak matang atau jajanan pinggir jalan yang kebersihannya meragukan, terutama di musim hujan, karena makanan terbuka rentan dihinggapi lalat yang membawa bakteri dari lingkungan kotor.

Tindakan pencegahan selanjutnya mencakup vaksinasi Tifoid, yang sangat dianjurkan bagi anak-anak di atas usia dua tahun dan diulang setiap tiga tahun. Vaksinasi ini memberikan perlindungan spesifik terhadap bakteri Salmonella typhi. Lebih jauh lagi, menjaga sanitasi lingkungan dengan memastikan tempat sampah tertutup rapat, saluran air tidak tersumbat, dan sarana pembuangan tinja (jamban) bersih dan memenuhi syarat kesehatan adalah investasi jangka panjang. Dengan menerapkan langkah-langkah kebersihan yang ketat ini, setiap keluarga dapat secara efektif mengurangi risiko infeksi dan tetap aman saat harus waspada wabah musiman Demam Tifoid.