Operasi Patah Tulang Femur: Mengapa Prosedur Ini Menjadi Kunci Pemulihan Pasien

Patah tulang paha atau femur adalah salah satu cedera paling serius yang bisa dialami seseorang. Tulang femur adalah tulang terpanjang dan terkuat di tubuh, sehingga cederanya memerlukan penanganan medis yang sangat serius, yaitu melalui operasi patah tulang. Prosedur ini bukan hanya sekadar tindakan korektif, melainkan kunci utama untuk pemulihan pasien. Tanpa operasi patah tulang yang tepat, pasien berisiko tinggi mengalami komplikasi serius, seperti pendarahan masif atau kecacatan permanen. Oleh karena itu, penting untuk memahami mengapa operasi patah tulang femur merupakan langkah krusial dalam menyelamatkan dan mengembalikan fungsi pasien.

Patah tulang femur sering kali terjadi akibat trauma energi tinggi, seperti kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian. Insiden ini dapat menyebabkan pendarahan internal yang hebat karena tulang femur dikelilingi oleh pembuluh darah besar. Sebagai contoh, pada tanggal 20 Juli 2025, pukul 08.00 WIB, terjadi kecelakaan di jalan tol yang melibatkan sebuah mobil. Korban, seorang pria bernama Rio, mengalami patah tulang femur tertutup. Tim medis darurat dengan sigap menstabilkan kondisi Rio di tempat kejadian dengan bidai dan memberikan penanganan awal untuk menghentikan pendarahan, sebelum membawanya ke Rumah Sakit Medika Utama. Kepala tim medis gawat darurat, dr. Budi, Sp.EM, menyatakan bahwa kecepatan penanganan awal sangat vital untuk mencegah syok hipovolemik (syok akibat kehilangan darah).

Di rumah sakit, tim dokter ortopedi segera melakukan prosedur bedah. Operasi patah tulang femur yang paling umum adalah Open Reduction and Internal Fixation (ORIF). Prosedur ini melibatkan sayatan di area paha untuk mengembalikan posisi tulang yang patah ke posisi semula (reduksi), lalu memasang plat, sekrup, atau paku intromedulla (batang logam yang dimasukkan ke dalam sumsum tulang) untuk menstabilkan tulang dari dalam (fiksasi internal). Operasi ini berlangsung selama kurang lebih tiga hingga empat jam. Setelah operasi, Rio ditempatkan di ruang perawatan untuk observasi. Keterangan dari tim bedah, dr. Karina, Sp.OT, menyebutkan bahwa fiksasi internal yang dilakukan akan memungkinkan Rio untuk memulai latihan mobilisasi lebih cepat, mengurangi risiko kekakuan sendi dan atrofi otot.

Masa pemulihan pasca-operasi juga menjadi bagian tak terpisahkan dari keberhasilan prosedur ini. Selama beberapa bulan, Rio harus menjalani rehabilitasi fisik di bawah pengawasan fisioterapis. Latihan-latihan ini bertujuan untuk mengembalikan kekuatan otot, fleksibilitas, dan kemampuan berjalan. Tanpa fisioterapi yang teratur, pasien berisiko mengalami kekakuan sendi permanen atau kesulitan berjalan. Kisah Rio menunjukkan bahwa keberhasilan penanganan patah tulang femur adalah hasil kolaborasi antara respons cepat di lapangan, keahlian tim bedah, dan komitmen pasien selama masa pemulihan. Prosedur bedah ini bukan hanya mengobati, melainkan juga mengembalikan kualitas hidup pasien sepenuhnya.